Tetuha Adat Dayah Hulu Banyu |
Orang Dayak Hulu Banyu digolongkan oleh Suku Banjar Kalimantan Selatan ke dalam orang Dayak Bukit. Mereka tinggal di lereng-lereng dan lembah-lembah bukit sekitar Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Rumah mereka disebut Balai berbentuk persegi empat panjang, lantai dan dindingnya terbuat dari bambu, tiang rumah terbuat dari kayu dan atapnya daun rumbia. Mereka tidak menggunakan paku dalam membangun rumah tetapi tali dan pasak kayu yang mereka gunakan.
Rumah dihuni oleh 5 sampai 30 keluarga yang disebut "Balai Malaris". Balai malaris diisi oleh kurang lebih 30 keluarga. Jumlah mereka bisa mencapai kurang lebih 200 orang.
Wilayah pegunungan dan perbukitan yang merupakan tempat tinggal suku dayak hulu hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki dari Kandangan sebuah kota Kabupaten di Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. melalui daerah Padang Batung, Lumpangi dan seterusnya.
Mata pencaharian hidup utama masyarakat Dayak Hulu adalah bercocok tanam padi di ladang. Selain padi mereka menanam palawija seperti kacang panjang, waluh putih, karawila, timun, cabai, jagung, dan ubi kayu.
Selain menanam padi dan palawija, mereka mempunyai kebun karet, kopi, kayu manis, kelapa, hutan bambu dan rotan. Getah karet, kayu manis, bambu dan rotan mereka jual untuk mendapatkan uang untuk membeli terutama garam, parang, rokok dan tembakau. Padi dan beras tak pernah mereka jual, padi dan beras hanya untuk keperluan sendiri, kadang-kadang diberikan untuk menjamu tamu yang berkunjung kalau mereka mau memasak sendiri.
Ada cara unik dalam memasak nasi orang Dayak Hulu Banyu yaitu seperti orang membuat lamang tetapi perbedaannya ialah yang dimasak beras biasa alias bukan beras ketan dan tidak memakan santan.
Masyarakat Dayak Hulu Banyu masih melakukan metode bercocok tanam ladang berpindah. Penanaman padi ladang dilakukan dengan cara tebas, tebang, bakar, tanam dan panen. Kalau tanahnya tidak subur lagi, tanah tadi ditinggalkan dan pidah ketanah yang baru. Mula-mula hutan yang akan dijadikan ladang ditebas semak dan rumputnya, lalu pohon besar ditebang. Pembebasan dan penebangan dilakukan keluarga pemilik calon ladang, biasanya sekitar bulan Agustus - oktober. Alat yang dipakai adalah parang dan belayung atau belencong. Semak, pohon kecil dan pohon besar dibiarkan kering kira-kira sebulan lamanya. Setelah semuanya kering lalu dibakar atau dirangai. Kayu-kayu yang belum dibakar, dipotong-potong supaya cepat kering lalu dibakar lagi. Membakar kayu-kayu sisa yang belum terbakar disebut "Mamanduk".
Setelah semuanya terbakar, ladang ditanami secara gotong-royong antara pemilik ladang dan keluarganya dan pemilik ladang lain yang berdekatan beserta keluarganya. Laki-laki melubangi tanah ladang dengan alat yang disebut "tugal" dan perempuan memasukan bibit benih padi ke dalam lubang.
Kalau musim kegiatan berladang belum ada, biasanya mereka akan menoreh (memanen) karet. Pada umumnya mereka mempunyai kebun karet, diantaranya yang mempunyai sampai 1000 pohon karet. Pagi-pagi sekali mereka meninggalkan rumah dan pulang sore harinya. Getah karet mereka kumpulkan dan setelah terkumpul karet yang berbentuk bulat, diangkut dengan menggunakan rakit bambu menyusuri sungai. alu dijual kepada orang di kota. Bersamaan dengan karet biasanya mereka juga menjual barang lainnya seperti pisang, kayu manis dan rakitnya, sebagai bambu. Unag hasil penjualan itu mereka belikan barang-barang yang mereka perlukan seperti disebutkan di atas.
Suku Dayak Hulu Banyu |
Atau mereka kadang-kadang berburu babi hutan, kijang, dan kelinci. Alat-alat yang mereka gunakan untuk berburu ialah tombak dan parang. Anjing yang mereka pelihara selain menemani dipakai juga membantu mereka berburu. Anjing mereka juga tidur dalam balai dekat perapian.
Selain berburu mereka juga menangkap ikan. Alat yang dipakai untuk menangkap ikan ialah pancing. lukah, dan jala.
Ternak yang mereka pelihara ialah babi dan ayam. Tetapi ayam dan babi jarang mereka sembelih untuk makan. Hanya di sembelih pada waktu-waktu yang penting seperti upacara setelah panen, mereka menyembelih ayam dan babi.
Ketika tanaman padi berumur dua bulan lalu disiangi oleh pemilik ladang dan keluarganya. Pada waktu menyiangi tanaman padi, diselang-seling tanaman padi mereka menanam palawija dan di pinggir ladang mereka menanam pisang.
Beberapa meter dari ladang terdapat dangau tempat mereka beristirahat. Kalam padi mulai berbuah mereka tidur didangau ini menjaga padi supaya jangan dimakan burung dan pengganggu lainnya.
Tak jauh dari ladang itu terdapat rumah penyimpanan padi yang fungsinya sama dengan lumbung. Dalam rumah itu terdapat Luhung wadah padi, seperti tong besar dengan garis tengah kurang lebih dua meter terbuat dari kulit kayu damar dibalut dan diikat dengan rotan.
Sekitar bula April ada diantara mereka yang sudah mulai panen. Panen dilakukan secara gotong royong oleh keluarga-keluarga pemilik ladang. Mereka menggunakan Alat yang disebut "ketam" atau "ani-ani" untuk memanen padi.
Balai Malaris |
Ada hal unik yang dilakukan suku Dayak Hulu Banyu, yaitu sebelum beras baru dapat dimakan, maka diadakan terlebih dahulu upacara tertentu setelah panen yang disebut bawanang. Upacara dilakukan bersama oleh penghuni balai dipimpin oleh seorang Bahau yang khusus untuk itu. Upacara ini selain dihadiri oleh penghuni Balai itu sendiri dihadi pula penghuni balai lain dan orang luar yang di undang.
0 komentar:
Post a Comment