Indoborneonatural---Sebagian dari kita mungkin tidak mengenal suku bangsa Dani, karena memang suku bangsa Dani tidak sepopuler dan tidak kita dengar namanya sesering suku bangsa lain; seperti Suku bangsa Jawa, Batak, Ambon, Banjar ataupun Asmat yang dekat dengan mereka. Tetapi jika kita benar-benar perhatikan di media massa memang sering diulas tentang suku yang masih primitif ini.Secara singkat, suku bangsa Dani terdapat di daerah pegunungan Jayawijaya yang terbentang di suatu lembah besar, yaitu Lembah Baliem yang memanjang dari arah barat ke timur. Panjang lembah ini kurang lebih 45 km dan lebarnya 15 km, tempat yang dihuni manusia pada ketinggian 1600 - 3000 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata 14,4 Derajat Celcius.
Sebenarnya sebutan orang Dani adalah sebutan untuk menyebut penduduk yang bermukim di Lembah Baliem yang sebenarnya bukan berasal dari lembah itu, tetapi merupakan sebutan Moni penduduk Dataran Tinggi Pinai untuk menyebut pendudul Lembah Baliem. Sebutan Dani artinya orang asing, yang mula-mula berbunyi Ndani istilah tersebut dipakai oleh suatu ekspedisi yang terdiri atas orang Amerika dan orang Belanda yang mengunjungi daerah tempat tinggal orang Moni dalam tahun 1926 (Heider : 1979). Setelah mengalamai proses perubahan dalam kurun waktu yang cukup panjang maka fonem "N" hilang, sebutan menjadi Dani dan termasuk kepustakaan etnografi.
Penduduk Lembah Baliem sendiri tidak mau menggunakan sebutan Dani tersebut, tetapi mereka menyebut dirinya dengan sebutan Nit (akuni) Palimeke yang artinya kami (orang) dari Baliem (J.A.E Camps, 1972:82) Seluruh penduduk Lembah Baliem mengucapkan dengan satu bahasa, yaitu bahasa Dani.
Bahasa yang Digunakan Suku Dani
Penduduk Lembah Baliem mengucapkan dengan satu bahasa, yaitu bahasa Dani. Bahasa Dani terbagi menjadi tiga sub bahasa yaitu bahasa Wano, bahasa Pusat dan bahasa Nggalik Dugawa. Dan Pusat masih terbagi menjadi dua loga yaitu logat Dani Barat dan logat Lembah Besar Dani. Logat Dani Barat sering disebut bahasa Laony, dan diucapkan oleh penduduk di Baliem Utara, Lembah Swart, Yano, Nogolo, Ilagu, Beoga, Dudindagu, Kemandagu, Bokondini, Bangun atas ada lembah besar sekitar hulu sungai Hablifuri, sungai Kimbin dan Lembah Bele (Ibele), Lembah besar Dani mulai dari daerah pegunungan Piramida atas Lembah Besar Hunggu ke sungai Samenage di Daerh perbatasan barat laut dan agak ke bawah sedikit, sungai Wet di daerah batas Timur Laut. Bahasa Dani termasuk ke dalam ketegori Western Highland Phylum, yakni salah satu keluarga bahasa nonaustronesia di Irian Jaya dan Papua Nugini.
Seperti penduduk Papua lainnya, suku bangsa Dani juga termasuk ras Melenesia dengan bentuk tubuh yang lebih pendek dan tegap, seperti penduduk di pegunungan tengan papua pada umumnya.Tinggi rata-rata pria suku bangsa Dani adalah 157 cm dan wanitanya rata-rata 145 cm (O. Brein:1969).Orang Dani Perkirakan menempati Lembah Baliem sejak kurang lebih 24.000 tahun sebelum masehi, sedang K. Heider (1979:23) berpendapat bahwa suku bangsa Dani mulai mengenal pertanian dan peternakan kira-kira 7.000 tahun sebelum masehi. Cara hidup suku bangsa Dani sebelumnya diperkirakan sebagai peramu sagu di rawa-rawa di tepi pantai. Mereka kemudian pindah di tanah kering di pedalaman, tempat yang sekarang, dan mulai bercocok tanam pisang dan keladi.
Sistem Kekerabatan Suku Dani
Sebelum kita lanjutkan dengan sistem kekerabatannya. kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki oleh orang Pariem menunjukan keadaan di satu pihak menuju ke arah unilateral-partilineal, di lain pihak unilateral-materilineal. Sebagai contoh adalah kehadiran seorang paman atau ami yang selalu adik dari ibu yang mendidik silimo. Seorang ayah pun bertanggung jawab mewakili kepentingan-kepentingan keluarga di luar silimo. Artinya, ia bertanggung jawab kepada keponakannya atau anak-anak saudara perempuannya.
Sebenarnya sebutan orang Dani adalah sebutan untuk menyebut penduduk yang bermukim di Lembah Baliem yang sebenarnya bukan berasal dari lembah itu, tetapi merupakan sebutan Moni penduduk Dataran Tinggi Pinai untuk menyebut pendudul Lembah Baliem. Sebutan Dani artinya orang asing, yang mula-mula berbunyi Ndani istilah tersebut dipakai oleh suatu ekspedisi yang terdiri atas orang Amerika dan orang Belanda yang mengunjungi daerah tempat tinggal orang Moni dalam tahun 1926 (Heider : 1979). Setelah mengalamai proses perubahan dalam kurun waktu yang cukup panjang maka fonem "N" hilang, sebutan menjadi Dani dan termasuk kepustakaan etnografi.
Penduduk Lembah Baliem sendiri tidak mau menggunakan sebutan Dani tersebut, tetapi mereka menyebut dirinya dengan sebutan Nit (akuni) Palimeke yang artinya kami (orang) dari Baliem (J.A.E Camps, 1972:82) Seluruh penduduk Lembah Baliem mengucapkan dengan satu bahasa, yaitu bahasa Dani.
Bahasa yang Digunakan Suku Dani
Penduduk Lembah Baliem mengucapkan dengan satu bahasa, yaitu bahasa Dani. Bahasa Dani terbagi menjadi tiga sub bahasa yaitu bahasa Wano, bahasa Pusat dan bahasa Nggalik Dugawa. Dan Pusat masih terbagi menjadi dua loga yaitu logat Dani Barat dan logat Lembah Besar Dani. Logat Dani Barat sering disebut bahasa Laony, dan diucapkan oleh penduduk di Baliem Utara, Lembah Swart, Yano, Nogolo, Ilagu, Beoga, Dudindagu, Kemandagu, Bokondini, Bangun atas ada lembah besar sekitar hulu sungai Hablifuri, sungai Kimbin dan Lembah Bele (Ibele), Lembah besar Dani mulai dari daerah pegunungan Piramida atas Lembah Besar Hunggu ke sungai Samenage di Daerh perbatasan barat laut dan agak ke bawah sedikit, sungai Wet di daerah batas Timur Laut. Bahasa Dani termasuk ke dalam ketegori Western Highland Phylum, yakni salah satu keluarga bahasa nonaustronesia di Irian Jaya dan Papua Nugini.
Seperti penduduk Papua lainnya, suku bangsa Dani juga termasuk ras Melenesia dengan bentuk tubuh yang lebih pendek dan tegap, seperti penduduk di pegunungan tengan papua pada umumnya.Tinggi rata-rata pria suku bangsa Dani adalah 157 cm dan wanitanya rata-rata 145 cm (O. Brein:1969).Orang Dani Perkirakan menempati Lembah Baliem sejak kurang lebih 24.000 tahun sebelum masehi, sedang K. Heider (1979:23) berpendapat bahwa suku bangsa Dani mulai mengenal pertanian dan peternakan kira-kira 7.000 tahun sebelum masehi. Cara hidup suku bangsa Dani sebelumnya diperkirakan sebagai peramu sagu di rawa-rawa di tepi pantai. Mereka kemudian pindah di tanah kering di pedalaman, tempat yang sekarang, dan mulai bercocok tanam pisang dan keladi.
Sistem Kekerabatan Suku Dani
Sebelum kita lanjutkan dengan sistem kekerabatannya. kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki oleh orang Pariem menunjukan keadaan di satu pihak menuju ke arah unilateral-partilineal, di lain pihak unilateral-materilineal. Sebagai contoh adalah kehadiran seorang paman atau ami yang selalu adik dari ibu yang mendidik silimo. Seorang ayah pun bertanggung jawab mewakili kepentingan-kepentingan keluarga di luar silimo. Artinya, ia bertanggung jawab kepada keponakannya atau anak-anak saudara perempuannya.
Dalam pembagian warisan berlaku sistem partilineal. Akan tetapi, seorang ibu Waya dapat mewariskan ke-Waya-annya kepada anak laki-laki melalui upacara inisiasi.
Perkawinan bersifat eksogami-klen atau sub-klen. Artinya, dari klen induk sudah terbentuk beberapa sub-klen yang baru. Antara sub-klen ini dapat saling mengawini. Misalnya klen A menurunkan sub-klen AA dan AB, pasangan dan sub-klen AA dan AB dapat menikah.
Pawi adalah istilah untuk incest atau perkawinan yang dilarang, yang perkawinan antarkan yang sama, atau juga konsep incest yang berlaku secara universal. Perbuatan incest dipercayai akan mendatangkan berbagai bencana misalnya kalah perang, wadah penyakit, ketidaksuburan tanaman, ternak dan sebagainya.
Relasi kekerabatan sangat penting, sehingga antar anggota masyarakat terdapat sapaan-sapaan yang merupakan ucapan salam yang biasanya dijawab Misalnya seorang anak remaja menyapa Napose yang berarti berarti ayahku, akan dijawab oleh orang yang lebih tua dengan Nabut (naput) yang berarti puteraku Contoh lain perhatikan daftar berikut ini :
Naklogo - napose = Puteri - anakku
Nagosa - neak = Ibuku - anakku
Noe - nagot = kakaku - adikku
Nayak - neroup = temanku - saudara/i ku
Sistem kepercaan atau religi suku Dani
Ada suatu kepercayaan yaitu orang Baliem beranggapan bahwa pernah ada suatu kehidupan yang sempurna. Namun, suasana itu berubah. Semua makhluk kemudian menjadi saling berkelahi, saling membunuh dan kehidupan jadi tidak setabil seperti sekarang.
Menurut Myron Bromley, dalam bukunya Kebudayaan Jayawijaya (1993), kini orang Baliem hidup dalam dunia dalam dunia yang telah retak dan rusak, maka upaya mereka adalah bagaimana sisa-sisa suasana yang baik dan nilai hidup yang baik itu dapat dipertahankan dan zaman firdaus yang hilang itu dibangun kembali. Dampak itulah yang mereka usakan untuk dibangun kembali demi hubungan baik dengan pencipta walhowak yang meliputi suken, hareken kaneke dan para leluhur melalui tugi, langit ,bumi dan matahari sebagai unsur kosmos. Usaha menuju keserasian atau tosemese dan alam gaib atau okkulus, serta sesama manusia. Dengan demikian, unsur kebersamaan merupakan cita-cita dan tujuan perjuangan hidupnya.
Benda-benda Keramat yang di Percaya Suku Dani
Benda-benda keramat dimaksud sebagai benda-benda pusaka warisan leluhur yang pada dirinya mengandung kekuatan dan dengan kekuatan itu dapat mempertemukan manusia dengan obyek kepercayaan di luar dirinya dan atau masyarakat selingkungannya. Adapun benda-benda keramat itu adalah :
a. Tugi
Tugi adalah kayu pemukul, atau juga diartikan sebagai bulan atau proses penyesuaian utang piutan. Istilah tugi, khususnya yang dipakai di Baliem Selatan (Tangma) dan sekitarnya, adalah untuk memperingati dan mengadakan pembunuhan balas dendam terhadap klen atau pasangan suku musuh. Dalam kaitan fungsi ini tugi dilakukan demi kesuburan ekonomis (babi, tanah, tanaman), regenerasi (kalangan hidup), perkawinan (kesuburan reproduksi manusia) dan upacara adat atau inisiasi, Benda keramat tugi itu berbentuk batu Ye atau merupakan pahatan batu atau kapak batu yang tipis dan yang tersimpan dalam lemari keramat atau di honai
b. Su-kepu hareken/kaneke/tunggan
Istilah teknis Su-kepu terdiri dari du kata benda : Su yang berarti noken (sejenis tas rajutan) dan kepu yang berarti roh/orang abadi (pencipta yang buha roh halus). Menurut orang Baliem di Tangma dan sekitarnya, Su-kepu mempunyai maksud sakral sebagai simbol adanya hubungan manusia dengan penciptanya. Orang di lembah Baliem utara menyebutnya
dengan istilah Tungga. Su-kepu kareken/kaneke/tunggan disimpan dalam honai pria di beberapa lemari (kakok), mulai dari yang paling muda usianya sampai dengan yang paling tua usianya.
Naklogo - napose = Puteri - anakku
Nagosa - neak = Ibuku - anakku
Noe - nagot = kakaku - adikku
Nayak - neroup = temanku - saudara/i ku
Sistem kepercaan atau religi suku Dani
Ada suatu kepercayaan yaitu orang Baliem beranggapan bahwa pernah ada suatu kehidupan yang sempurna. Namun, suasana itu berubah. Semua makhluk kemudian menjadi saling berkelahi, saling membunuh dan kehidupan jadi tidak setabil seperti sekarang.
Menurut Myron Bromley, dalam bukunya Kebudayaan Jayawijaya (1993), kini orang Baliem hidup dalam dunia dalam dunia yang telah retak dan rusak, maka upaya mereka adalah bagaimana sisa-sisa suasana yang baik dan nilai hidup yang baik itu dapat dipertahankan dan zaman firdaus yang hilang itu dibangun kembali. Dampak itulah yang mereka usakan untuk dibangun kembali demi hubungan baik dengan pencipta walhowak yang meliputi suken, hareken kaneke dan para leluhur melalui tugi, langit ,bumi dan matahari sebagai unsur kosmos. Usaha menuju keserasian atau tosemese dan alam gaib atau okkulus, serta sesama manusia. Dengan demikian, unsur kebersamaan merupakan cita-cita dan tujuan perjuangan hidupnya.
Benda-benda Keramat yang di Percaya Suku Dani
Benda-benda keramat dimaksud sebagai benda-benda pusaka warisan leluhur yang pada dirinya mengandung kekuatan dan dengan kekuatan itu dapat mempertemukan manusia dengan obyek kepercayaan di luar dirinya dan atau masyarakat selingkungannya. Adapun benda-benda keramat itu adalah :
a. Tugi
Tugi adalah kayu pemukul, atau juga diartikan sebagai bulan atau proses penyesuaian utang piutan. Istilah tugi, khususnya yang dipakai di Baliem Selatan (Tangma) dan sekitarnya, adalah untuk memperingati dan mengadakan pembunuhan balas dendam terhadap klen atau pasangan suku musuh. Dalam kaitan fungsi ini tugi dilakukan demi kesuburan ekonomis (babi, tanah, tanaman), regenerasi (kalangan hidup), perkawinan (kesuburan reproduksi manusia) dan upacara adat atau inisiasi, Benda keramat tugi itu berbentuk batu Ye atau merupakan pahatan batu atau kapak batu yang tipis dan yang tersimpan dalam lemari keramat atau di honai
b. Su-kepu hareken/kaneke/tunggan
Istilah teknis Su-kepu terdiri dari du kata benda : Su yang berarti noken (sejenis tas rajutan) dan kepu yang berarti roh/orang abadi (pencipta yang buha roh halus). Menurut orang Baliem di Tangma dan sekitarnya, Su-kepu mempunyai maksud sakral sebagai simbol adanya hubungan manusia dengan penciptanya. Orang di lembah Baliem utara menyebutnya
dengan istilah Tungga. Su-kepu kareken/kaneke/tunggan disimpan dalam honai pria di beberapa lemari (kakok), mulai dari yang paling muda usianya sampai dengan yang paling tua usianya.
Upacara-upacara Penting
Bagaimana dengan upacara-upacara ritual yang lazim di lakukan? Ada beberapa upacara penting yang terjadi di suku Dani, yakni :
a. Nesok aji, bertujuan memperkuat akar pertumbuhan dan memperkokoh atau memperlancar hubungan antara manusia, alam dan leluhur.
b. Wako, menghalau penyakit dan membebaskan tanaman serta tumbuh -tumbuhan lainnya dari serangan hama.
c. Agat wesa, meneguhkan kesucian tanah dan pohon supaya menghasilkan panen yang melimpah
d. Musan awen, mohon agar lemak kesuburan dilipatgandakan.
e. Oka isago, tanda yang memperlihatkan hubungan antara tanah dengan manusia dalam batas wilayah tertentu.
f. Syilo, larangan bagi manusia :
- memiliki kekuatan tertentu
- menjaga kelahiran anak
- seorang gadis yang belum boleh didekati
Sedang larangan bagi tumbuhan :
- memberi kesempatan kepada hutan untuk tumbuh menjadi besar
- panen belum matang
Bentuk tanda ini sangat sederhana, yakni seikat rumput diletakan di tepi hutan.
g. Pawi, tindkan pelanggaran seks dengan sesama klen dari belahay ang sama atau menyimpang dari tata cara mengatur kaneke. Perbuatan mengacam kesuburan hidup manusia harus ditebus atau dibebaskan dengan upacara mawusan, yaitu membersihkan diri dari pencemaran pawi. Bila seseorang mengancam kehidupan bersama, maka pembersihan dilakukan secara bersama-sama.
h. He Yokal, dalam perkawinan orang Baliem, perhatian lebih dititikberatkan pada wanita. Wanita dihormati sebagai sumber kesuburah; ia menyimpan misteri yang tak dapat diselami oleh kaum pria. Seorang gadis melepaskan busana gadisnya dan diganti busana ibu yokal merupakan lambang pengakuan keibuan seorang perempuan sebagai sumber kesuburan keluarga dan masyarakat.
Demikianlah artikel dan ulasan tentang masyarakat suku primitif yang berada di lembah Baliem. Indonesia memang cukup kaya dan majemuk dengan suku bangsa, budaya dan bahasa yang diwarnai dengan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Sumber :
Edi Siregar. dkk. 1993. Buku Pintar Budaya Bangsa. Jakarta : PT Aksan Media Agung
Koentjaraningrat 1994. Pengantar Antropologi. Jakarta : Aksara Banu
Maas, D.P. 1985. Buku Materi Pokok Antropolig Budaya (Modul) Depdikbud UT.
Endang Supardi. 2004. Antropologi. Bandung : CV. Lubuk Agung
0 komentar:
Post a Comment