Indoborneonatural---Intan, kata untuk melambangkan gengsi tertinggi bagi para pencinta perhiasan. Bermilyar-milyar rupiah tiap tahunnya uang dibelanjakan orang seluruh dunia untuk memiliki benda satu ini. Di daerah Kalimantan Selatan, Kabupaten Banjar, disinilah intan berada tapi tidak semua orang memiliki kemampuan mendapatkannya. Intan di tanah Banjar khususnya di Martapura adalah hal yang dianggap gaib penuh mistis dan berbagai tata aturan dan yang ketat untuk bisa mendapatkannya.
Entah kenapa intan mungkin merupakan satu-satunya hasil bumi tanah Banjar yang tidak bisa dijamah oleh orang asing. Minyak bumi, batu bara, batu besi, emas, dan lainnya bisa saja dengan mudah ditambang, asal dengan alat modern maka hasilnya akan banyak. Tetapi intan tidak semudah itu bisa ‘dijemput’ dari singgasananya di dalam perut bumi lambung mangkurat ini.
Hal aneh pernah terjadi. Pada tahun 1960 – 1970, di Kabupaten Banjar pernah dibuka usaha pertambangan modern dengan pelaksana PT. Aneka Tambang. Lahan garapannya mencapai wilayah 2 kecamatan, sebagaimana pertambangan modern alat yang dipakai adalah alat berat dan mesin-mesin bertenaga raksasa sampai keterlibatan tenaga ahli pertambangan dari luar negeri serta karyawan yang banyak. Tapi hasilnya tidak sebanding dengan modal yang dikucurkan padahal cukup dapat beberapa butir intan saja maka modal pasti balik. Nyatanya selama sepuluh tahun kegiatan pertambangan itu tidak pernah mendapatkan hasil memuaskan akhirnya usaha negara ini ditutup dengan kesimpulan wilayahnya tidak layak tambang. Sementara kegiatan penambangan yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat terus berjalan dan banyak yang mendapatkan hasil yang memuaskan, salah satunya yang terkenal adalah ditemukannya intan cempaka yang besarnya sangat mencengangkan semua orang.
Entah kenapa intan mungkin merupakan satu-satunya hasil bumi tanah Banjar yang tidak bisa dijamah oleh orang asing. Minyak bumi, batu bara, batu besi, emas, dan lainnya bisa saja dengan mudah ditambang, asal dengan alat modern maka hasilnya akan banyak. Tetapi intan tidak semudah itu bisa ‘dijemput’ dari singgasananya di dalam perut bumi lambung mangkurat ini.
Hal aneh pernah terjadi. Pada tahun 1960 – 1970, di Kabupaten Banjar pernah dibuka usaha pertambangan modern dengan pelaksana PT. Aneka Tambang. Lahan garapannya mencapai wilayah 2 kecamatan, sebagaimana pertambangan modern alat yang dipakai adalah alat berat dan mesin-mesin bertenaga raksasa sampai keterlibatan tenaga ahli pertambangan dari luar negeri serta karyawan yang banyak. Tapi hasilnya tidak sebanding dengan modal yang dikucurkan padahal cukup dapat beberapa butir intan saja maka modal pasti balik. Nyatanya selama sepuluh tahun kegiatan pertambangan itu tidak pernah mendapatkan hasil memuaskan akhirnya usaha negara ini ditutup dengan kesimpulan wilayahnya tidak layak tambang. Sementara kegiatan penambangan yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat terus berjalan dan banyak yang mendapatkan hasil yang memuaskan, salah satunya yang terkenal adalah ditemukannya intan cempaka yang besarnya sangat mencengangkan semua orang.
Penambangan moderen yang berbeda dengan masyarakat Banjar yang mendulang di sana, dari dulu sampai sekarang mereka masih bisa menemukan beberapa intan dalam setahun cukup untuk membeli rumah dan tanah bahkan beberapa kali pergi haji. Memang kenyataan yang mengherankan tetapi nyata terjadi, bagi orang pendulangan mencari intan penuh dengan adab-adab yang harus mereka patuhi agar tidak terkena pamali dan melanggar aturan alam lain yang mereka percayai mengakibatkan intan lari menjauh ke dalam perut bumi. Berikut beberapa aturan pokok dan larangan yang harus ditaati saat mencari batu permata intan dengan cara mendulangnya di tanah Banjar Martapura ini :
DILARANG, bakacak pinggang (bertolak pinggang), mahambin tangan (jari-jari tangan direkatkan lalu diletakkan di leher seperti bantal), bersiul, dan perbuatan tak senonoh lainnya. Perilaku-perilaku seperti ini akan dianggap bentuk kesombongan dan tinggi hati terhadap intan yang akan dijemput, dan tentunya intan atau sigaluh tidak menyukainya dan akan pergi menjauhi sipendulang tersebut.
DILARANG, mengucapkan kata-kata kotor dan ada istilah-istilah tertentu yang harus diganti, misalnya saat menemukan ular di dalam lubang pendulangan maka penyebutannya diganti ‘akar’, kalau bertemu babi hutan maka diganti ‘du-ur’. Saat memasuki lubang pendulangan tidak boleh menyebut kata ‘turun’ meskipun kenyataannya gerakan tersebut turun tetapi harus disebut ‘naik/menaiki’. Ini berhubungan dengan kepercayaan bahwa intan memiliki kekuatan untuk menghindari buruan, istilah ‘naik’ dipakai agar intan mau naik ke permukaan bila intan mendengar kata ‘turun’ maka intan akan kembali masuk Bumi. Kemudian tidak boleh juga menyebutkan kata ‘jauhkan’ tapi diganti dengan kata 'parakakan' yang berarti tolong dekatkan. Untuk kata ‘makan’ diganti dengan ‘batirak’ atau ‘bamuat’ sebab kata ‘makan’ mengandung pengertian yang sadis seperti binatang memakan binatang lainnya. Hal ini semua dilakukan sebab intan akan menjauhi orang yang berkata tidak sopan.
SAMA SEKALI TIDAK BOLEH menyebut intan dengan sebutan ‘intan’ tetapi HARUS diganti ‘GALUH’ (panggilan kesayangan untuk anak perempuan Banjar). Ini berdasarkan kepercayaan bahwa intan adalah benda yang memiliki kekuatan dan bernyawa sehingga harus mendapat panggilan yang terhormat dan mesra setara dengan sebutan anak kesayangan atau puteri raja. Seringkali ada pendulang yang tidak sengaja menyebut ‘intan’ yang sudah mereka temukan tetapi tiba-tiba intan yang sudah ditangan tersebut menghilang atau berganti menjadi batu lain.
TIDAK DI PERBOLEHKAN seorang wanita yang sedang haid atau datang bulan datang dan mendekat di lokasi pendulangan, konon si Galuh sangat membenci orang yang dianggap ‘kotor’ dan selama masih ada wanita yang haid ini maka Galuh tidak mau datang, hingga intan pun tidak akan menampakan diri walau dengan susah payah dicari.
Selain hal-hal di atas ada juga istilah yang tidak boleh diucapkan yaitu kata dan ungakapan seperti ‘padi/beras/banih’ harus diganti dengan kata ‘biji’, hal ini akibat SUMPAH yang diucapkan intan kepada manusia akibat sakit hatinya intan terhadap perlakuan manusia kepadanya. Konon sumpah ini yang menyebabkan intan di tanah Banjar begitu sulit dicari sampai ke dalam perut Bumi.
Demikian tata cara dan pantangan yang harus dilakukan jika ingin mendulang intan di daerah kalimantan selatan khususnya di kabupaten Banjar Martapura ini. Semoga ini dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi kita, dalam rangka memahami kearifan budaya dan nilai-nilai lokal yang ada di Nusantara ini. terimakasih,
DILARANG, bakacak pinggang (bertolak pinggang), mahambin tangan (jari-jari tangan direkatkan lalu diletakkan di leher seperti bantal), bersiul, dan perbuatan tak senonoh lainnya. Perilaku-perilaku seperti ini akan dianggap bentuk kesombongan dan tinggi hati terhadap intan yang akan dijemput, dan tentunya intan atau sigaluh tidak menyukainya dan akan pergi menjauhi sipendulang tersebut.
DILARANG, mengucapkan kata-kata kotor dan ada istilah-istilah tertentu yang harus diganti, misalnya saat menemukan ular di dalam lubang pendulangan maka penyebutannya diganti ‘akar’, kalau bertemu babi hutan maka diganti ‘du-ur’. Saat memasuki lubang pendulangan tidak boleh menyebut kata ‘turun’ meskipun kenyataannya gerakan tersebut turun tetapi harus disebut ‘naik/menaiki’. Ini berhubungan dengan kepercayaan bahwa intan memiliki kekuatan untuk menghindari buruan, istilah ‘naik’ dipakai agar intan mau naik ke permukaan bila intan mendengar kata ‘turun’ maka intan akan kembali masuk Bumi. Kemudian tidak boleh juga menyebutkan kata ‘jauhkan’ tapi diganti dengan kata 'parakakan' yang berarti tolong dekatkan. Untuk kata ‘makan’ diganti dengan ‘batirak’ atau ‘bamuat’ sebab kata ‘makan’ mengandung pengertian yang sadis seperti binatang memakan binatang lainnya. Hal ini semua dilakukan sebab intan akan menjauhi orang yang berkata tidak sopan.
SAMA SEKALI TIDAK BOLEH menyebut intan dengan sebutan ‘intan’ tetapi HARUS diganti ‘GALUH’ (panggilan kesayangan untuk anak perempuan Banjar). Ini berdasarkan kepercayaan bahwa intan adalah benda yang memiliki kekuatan dan bernyawa sehingga harus mendapat panggilan yang terhormat dan mesra setara dengan sebutan anak kesayangan atau puteri raja. Seringkali ada pendulang yang tidak sengaja menyebut ‘intan’ yang sudah mereka temukan tetapi tiba-tiba intan yang sudah ditangan tersebut menghilang atau berganti menjadi batu lain.
TIDAK DI PERBOLEHKAN seorang wanita yang sedang haid atau datang bulan datang dan mendekat di lokasi pendulangan, konon si Galuh sangat membenci orang yang dianggap ‘kotor’ dan selama masih ada wanita yang haid ini maka Galuh tidak mau datang, hingga intan pun tidak akan menampakan diri walau dengan susah payah dicari.
Selain hal-hal di atas ada juga istilah yang tidak boleh diucapkan yaitu kata dan ungakapan seperti ‘padi/beras/banih’ harus diganti dengan kata ‘biji’, hal ini akibat SUMPAH yang diucapkan intan kepada manusia akibat sakit hatinya intan terhadap perlakuan manusia kepadanya. Konon sumpah ini yang menyebabkan intan di tanah Banjar begitu sulit dicari sampai ke dalam perut Bumi.
Demikian tata cara dan pantangan yang harus dilakukan jika ingin mendulang intan di daerah kalimantan selatan khususnya di kabupaten Banjar Martapura ini. Semoga ini dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi kita, dalam rangka memahami kearifan budaya dan nilai-nilai lokal yang ada di Nusantara ini. terimakasih,
0 komentar:
Post a Comment