Masyarakat Minangkabau menganut garis keturunan matrilineal dan pola menetap setelah menikah yang uxorilokal adalah pola menetap di rumah isteri setelah menikah. Harta pusaka diturunkan melalui garis ibu dan yang berhak menerima adalah anak-anak perempuan dari sebuah keluarga. Sedangkan anak laki-laki tidak berhak terhadap harta pusaka.
Seorang dimasukan pada kerabat ibunya, bukan pada kerabat ayahnya. Apalagi anak yang memiliki ibu suku Chaniago dalam ayah sikumbang berarti anak sukunya chaniago. Seorang ayah sikumbang berarti anak sukunya chaniago. Seorang ayah dalam kekerabatan Minangkabau dianggap orang lain oleh kerabat isteri atau anaknya. Dalam istilah mereka dianggap abu di atas tanggul yang siap terbang apabila tertiup angin. Artinya seorang ayah harus berangkat dari rumah isteri tanpa hak membawa harta benda apabila dalam rumah tangganya terjadi perceraian. Mereka bersetatus menumpang di rumah istri. Mereka menuju rumah isteri ketika perkawinan dilaksanakan dengan hanya membawa pakaian sendiri dan beberapa potong pakaian isteri. Sawah atau kebun yang menjadi sumber nafkah adalah sawah atau kebun kerabat istri. Tradisi ini sudah mulai ditinggalkan oleh orang Minangkabau yang tinggal di kota besar. Artinya otoritas suami terhadap isteri lebih besar dari pada otoritas mamak terhadap istri, otoritas ayah lebih terhadap anak lebih besar dari dpada otoritas mamak terhadap kemenakannya. Dalam kaitan ini terlihat bahwa adat Minangkabau yang tidak lapuak, indak lakang dek paneh, telah mengalami pergeseran nilai. Pergeseran nilai terjadi akbiat pergeseran nilai kebudayaan modern.Karena peran suami (ayah) di keluarga Minangkabau dianggap keluarga lain dari keluarga isteri, maka fungsi keluarga batih (inti) menjadi kabur adanya. Keluarga batih tidak merupakan kesatuan yang mutlak, meskipun tidak dapat dibantah bahwa keluarga batih memegang peranan penting juga dalam pendidikan dan masa depan anak-anak mereka dan tidak hanya berfungsi untuk mengembangkan keturunan.
Kesatuan keluarga yang terkecil disebut paruik yang artinya perut. Dalam sebagian masyarakat Minangkabau ada kesatuan kampung yang memisahkan paruik dengan suku sebagai kesatuan kekerabatan. Dari ketiga macam kesatuan kekerabatan ini, paruik yang betul-betul dapat dikatakan sebagai kesatuan yang benar-benar bersifat geneologi.
Kepentingan suatu keluarga diurus olah seorang laki-laki dewasa dari keluarga itu yang bertindak sebagai niniek mamak bagi keluarga itu. Istilah mamak itu berarti saudara laki-laki ibu. Dari ninik mamalah yang punya tanggung jawab untuk memperhatikan kepentingan sebuah keluarga. Hal itu tidak berarti bahwa generasi yang lebih tua dari mereka dibebasakan dari kewajiban itu. Untuk memasukan mureg mereka digunakan kata niniek mamak yang kadangkala dipendekan menjadi mamak.
Suku dalam kekerabatan Minangkabau menyerupai suatu klen matrilineal dalam jodoh harus dipilih di luar suku. Di beberapa daerah, seseorang hanya dilarang kawin dalam kampuannya sendiri, sedangkan di daerah-daerah lainnya orang harus kawin di luar sukunya sendiri. Secara histori bahwa dulu seorang selalu harus kawin ke luar dari sukunya sendiri.
Source: Book Modul of Out education 2011.
0 komentar:
Post a Comment