DAFTAR NAMA-NAMA HOTEL DI BANJARMASIN

Indoborneonatural---. Sangat perlu mengunjungi Banjarmasin yang merupakan tempat kunjungan wisata sungai yang sangat menarik. Dengan wisata sungai dan pasar terapungnya. Disamping kuliner dan cendramatanya, juga sangat dekat wisata permata di kota Intan Martapura. Berikut ini adalah nama-nama Hotel di Kota Banjarmasin yang dapat menjadi alternatif untuk menginap dan beristirahat sambil menikmati wisata kota Banjarmasin :

Mercure Banjarmasin Hotel – Bintang 4
Lokasi: Jl Ahmad Yani Km 2 No 98, Pusat Kota Banjarmasin 70232
Jumlah kamar 180 Wifi gratis

Golden Tulip Galaxy Hotel Banjarmasin – Bintang 4
Lokasi:Jln Ahmad Yani Km 2.5, No 138, Pusat Kota Banjarmasin 70234
Jumlah kamar 138 Wifi gratis

Swiss-Belhotel Borneo Banjarmasin
Lokasi:Jalan Pangeran Antasari No.86A, Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70241
swiss-belhotel.com

G’Sign Hotel Banjarmasin – Bintang 4
Lokasi: Jl. A. Yani KM. 4,5 No. 448, Pusat Kota Banjarmasin 70249
Jumlah kamar 137 Wifi gratis
Victoria Hotel
Jl. Lambung Mangkurat No. 48, Kertak Baru Ilir, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70231 (0511) 3360111 victoriabanjarmasin.com

Novotel Banjarmasin Airport
Lokasi:Jl Ahmad Yani Km 27 No 1A Landasan Ulin, Banjarbaru City, South Kalimantan 70724
(0511) 6730020 accorhotels.com

Aston Banua
Lokasi:Jalan Jend. A. Yani Km 11,8, Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70652
(0511) 6745555 aston-international.com

Aria Barito Hotel
Lokasi:Jl. Haryono MT. No. 16, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70111
(0511) 3365001 ariahtl.com

TreePark Hotel Banjarmasin
Lokasi: Jln. Ahmad Yani KM 6.2, Pandan Sari, Banjarmasin Sel., Kalimantan Selatan 70248
(0511) 6742888 treeparkhotel.com

Favehotel Ahmad Yani Banjarmasin
Km.2 No.35, Jl. Ahmad Yani, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70233
(0511) 6742777 favehotels.com

Hotel Bumi Banjar
Jl. Ahmad Yani, Tatah Belayung Baru, Kertak Hanyar, Banjar, Kalimantan Selatan 70654
(0511) 4240003

Royal Jelita Hotel
Jl. Ahmad Yani No.448, Pemurus Baru, Kec. Banjarmasin Tim., Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70236

Istana Barito Hotel
Jl. Pasar Baru No.236, Kertak Baru Ilir, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70234 (0511) 4365469

Hotel Kuripan
Jalan A Yani No.40, Sungai Baru, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70233 (0511) 3268529

Amaris Banjar Hotel
Jl. Ahmad Yani KM 7, Banjar, South Kalimantan 70654
amarishotel.com (0511) 4282818

A Hotel Banjarmasin
Jl. Lambung Mangkurat, Kertak Baru Ulu, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70114  (0511) 4366818

Jelita Hotel
Jalan Jenderal Ahmad Yani No.44-46, Banjarmasin Tengah, Kalimantan Selatan 70233
jelitahotel.co.id (0511) 3251122

EFA HOTEL
Jl. Ahmad Yani Km. 6, 5, Kalimantan Selatan 70249
efahotel.com (0511) 3252118

Mira Hotel
Jalan Jenderal Ahmad Yani No.44-46, Banjarmasin Tengah, Sungai Baru, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70233
jelitahotel.co.id (0511) 3251122

Hotel Banjarmasin International (HBI)
Jalan Jenderal Ahmad Yani Km. 4,5, Kalimantan Selatan 70234
hbi-boec.com(0511) 3251008

Hotel Kertak Baru
Jl. Letjend. MT Haryono No. 13, Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70234
(0511) 3354638

Kanca Hotel
Jalan H. Zafri Zam Zam No.12, Kalimantan Selatan 70116
kancahotel.com  (0511) 4413208

Hotel Andalas
Jl. Perintis Kemerdekaan No.60/10, RT.22, Ps. Lama, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70115
(0511) 4368608

Summer Bed and Breakfast Hotel – Bintang 3
Lokasi: Jl. Veteran No. 3, Pusat Kota Banjarmasin 70235
Jumlah kamar : 53 Wifi gratis

NASA Hotel – Bintang 3
Lokasi: Jalan Djok Mentaya No. 8, Pusat Kota Banjarmasin 71011
Jumlah kamar 96 Wifi gratis

Hotel Roditha – Bintang 3
Bealamat di Jl. Pangeran Antasari Pasar Pagi No 41, Banjarmasin 70241
Jumlah kamar 75

Hotel Regen
Jalan Kolonel Sugiono No. 34-38, Banjarmasin Tengah, Kalimantan Selatan 70234
(0511) 3250456

Hotel Damai Indah
Alamat: Jl.A.Yani Km.5, Pelaihari, Banjarmasin 70815
Jumlah kamar : 15. mulai dari IDR 133.058,-
Fasilitas: area merokok, layanan laundry, taman, tempat parkir mobil

CitraRaya Hotel
Jl. Re Martadinata No. 6, Banjarmasin, Banjarmasin
Jumlah kamar 57. Harga mulai dari IDR 133.471,-
Fasilitas: antar-jemput bandara, area merokok, coffee shop, kotak penyimpanan. Wi-Fi gratis di semua kama, tempat parkir

Mira Inn
Jalan Mt Haryono No. 2A, Pusat Kota Banjarmasin, Banjarmasin 70111
mulai dari IDR 165.289
Fasilitas: antar-jemput bandara, koran, layanan laundry, persewaan mobil, Wi-Fi gratis di semua kamar, tempat parkir

Mira Hotel
Jalan Mt Haryono No. 49, Pusat Kota Banjarmasin, Banjarmasin 70111
mulai dari IDR 165.289
Fasilitas, antar-jemput bandara, laundry, penyimpanan bagasi, persewaan mobil, restoran, Wi-Fi gratis di semua kamar, tempat parkir

Gondola Inn
Jalan Lambung Mangkurat No. 19 B, Pusat Kota Banjarmasin, Banjarmasin 70111
mulai dari IDR 206.612
Fasilitas: antar-jemput bandara, koran, layanan laundry, persewaan mobil, resepsionis 24 jam, taman, Wi-Fi gratis di semua kamar, tempat parkir

Hotel Kartika
Jl. Pulau Laut 1, Pusat Kota Banjarmasin, Banjarmasin
Jumlah kamar : 27.mulai dari IDR 208.450
Fasilitas: taman, area merokok , Wi-fi di tempat umum, tempat parkir mobil

Hotel Midoo
Jl. AES Nasution No.8, Banjarmasin, Banjarmasin
Jumlah kamar 20. mulai dari IDR 224.793
Fasilitas: layanan kamar 24 jam, tur, taman, Wi-fi di tempat umum, tempat parkir mobil

Save Hotel
Jl. Pramuka km. 6, Pusat Kota Banjarmasin, Banjarmasin 70238
Jumlah kamar 50. mulai dari IDR 235.537
Fasilitas: antar-jemput bandara, area merokok coffee shop, concierge, fasilitas pertemuan, koran, layanan kamar 24 jam, laundry, pertokoaN, tur, pijat spa, Wi-Fi gratis di semua kamar, tempat parkir mobil, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

Hannie House
Komplek Bun Yamin Permai II Ray 3 No 1, Banjarmasin
Jumlah kamar 16 mulai dari IDR 247.107
Fasilitas: area merokok, layanan kamar, taman, Wi-Fi gratis di semua kamar, tempat parkir mobil, Bahasa Indonesia Dan Bahasa Inggris.
Demikian semoga bermanfaat untuk anda yang lagi cari-cari hotel untuk wisata anda. Terimakasih

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ANGKLUNG

Angklung
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog.

Anak-anak Jawa Barat bermain angklung di awal abad ke-20.

Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.

Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.

Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.

Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.

Anak-anak Memainkan Angklung
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.

Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.

Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain : Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler, Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan Culadi Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.

Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah : indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.

Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan jakarta, Bogor, dan Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.

Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah dogdog lojor dan 4 buah angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang.

Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.


Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung).


Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.

Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.

Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.

Angklung Buncis
Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle…, dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.

Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya : Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.

Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas : Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (1908—1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.



Baca juga cara memainkan angklung klik di sini !!

 
Sumber: http://kolom-lyrics.blogspot.com/2011/11/ 

Cari Artikel