Untuk memahami suku bangsa Batak dengan lebih rinci, alangkah baiknya kita cermati kondisi geografisnya terlebih dahulu. Suku bangsa Batak sebagian besar mendiami daerah Pegunungan Sumatra Utara mulai perbatasan daerha Istimewa Aceh sampai ke perbatasan Propinsi Sumatra Barat dan Riau. Orang Batak Juga terdapat dipegunungan antara Pantai Timur dan Barat Sumatra Utara. Mereka mendiami daerah Dataran Tinggi Karo, Langkah Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun, Dairi Toba, Silindung. Angkola, Mandailing, serta Tapanuli Tengah.
a. Sub-sub Bangsa Batak
Selanjutnya kita lihat sub-sub suku bangsa yang ada pada orang Batak. Perhatikan uraian tentang sub-sub suku bangsa Batak di bawah ini !
1) Karo, mendiami Dataran Tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu dan Dairi.
2) Simalungun, mendiami daerah simalungun
3) Toba, mendiami daerah di sekitar Danau Toba. Pulau Samosir, daerah asahan. Silindung, daerah antara Barus - Sibolga.
4) Pak-pak, mendiami daerah Dairi
5) Angkola, mendiami daerah Angkola dan Sipirok, sebagian Sibolga dan Batang Toru dan bagian utara Padang Lawas.
6) Mandailing, mendiami daerah Mandailing Ulu, Pakatan, dan bagian Selatan Padang Lawas.
b. Bahasa
Mungkin sebagian kita ada yang mengetahui, bahwa dengan pemecahan orang Batak ke dalam beberapa sub suku bangsa seperti uraian di atas, maka dalam pergaulan hidup sehari-hari atau berinteraksi sosialnya bahasa Batak memiliki beberapa dialek. Ada bahasa Bahasa Batak menurut dialeg (logat) Karo, logat Pak-pak, logat Simalungun, logat Toba. Logat Karo digunakan oleh semua orang Batak Karo, logat Pak-pak dipakai suku Batak Pak-pak dan Logat Simalungun digunakan oleh orang Simalungun. Sedangkan logat Toba digunakan oleh suku-suku Batak Toba, Angkola dan Mandailing. Diantara keempat logat itu, dua yang paling jauh jaraknya yaitu logat Karo dan logat Toba.
c. Sistem Kekerabatan
Tiap-tiap suku bangsa memiliki kekhususan dalam sistem kekerabatan. Pada masyarakat Batak adalah secara partilineal artinya memperhitungkan hubungan keturunan yang berasal dari seorang nenek moyang atau satu ayah atau satu kakek. Kerabat laki disebut pararak.
Kelompok kekerabatan yang lebih besar adalah "marga" (Toba) atau "marga" (Karo). Adapun nama-nama masyarakat Batak antara lain :
1) Batak Mandailing, terdiri atas marga Lubis, Nasution, Pulungan, Rangkuti, dan Lain-lain.
2) Batak Toba, terdiri atas marga : Simanjuntak, Simatupang, Situmorang, Hutabarat, dan lain-lain.
3) Batak Karo, terdiri atas marga : Tarigan, Ginting, Sembiring, Perangin-angin, dan lain-lain
4) Batak Simalungun, terdiri dari : Purba, Saragih, Damanik, Sinaga, dan lain-lain.
Untuk kekerabatan yang terkecil adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang disebut keluarga batih. Masyarakat Batak menamakan keluarga batih adalah "jabu" (karo) atau "ripe" (Toba). Kedua istilah ini sering juga untuk menyebut keluarga luas virilokal, hal ini terjadi karena banyak keluarga muda Batak yang bertempat tinggal bersama orang tua dari suami. Selain itu dikenal pula sada nini atau saompu, yaitu kelompok kekerabatan yang mencakup semua kamu kerabat patrilineal yang masih dikenal hubungan kekerabatannya.
Kaum kerabat si wanita (sinereh dalam bahasa Karo, parboru dalam bahasa Toba). Oleh karena itu, di Batak seorang laki-laki bebas dalam memilih orang-orang rimpal (mapariban dalam bahasa Toba) adalah antara seorang laki-laki, dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya. Dengan demikian, maka seorang laki-laki Batak sangat pantang kawin dengan seorang perempuan dari saudara perempuan ayah. Pada zaman sekarang, sudah banyak pemuda Batak yang tidak lagi menurut terhadap adat kuno ini (Masri Singarimbun, 1959, hal 120). Apabila lamaran diterima dengan baik, maka sebelum upacara dan pesta perkawinan, diadakan perundingan antara kerabat kedua belah pihak.
Perundingan itu disebut Marhata Sinamual (bahasa Toba). Adapun hal-hal yang dirundingkan antara lain :
1) Jumlah mas kawin yang diserahkan kepada pihak perempuan
2) Jumlah harga yang akan diterima oleh Tulang (saudara Laki-laki dari ibu si gadis)
3) Jumlah harga yang akan diterima oleh saudara nenek si gadis dari pihak ibu
4) Jumlah harga yang akan diterima oleh saudara perempuan dari ibu si gadis
5) Jumlah harga yang akan diterima oleh anak Beru dari ayah si gadis
6) Jumlah harga yang akan diterima oleh saudara-saudara perempuan dari ibu si pemuda
7) Jumlah harga yang akan diterima oleh saudara-saudara laki-laki ibu si Pemuda
Pada orang Batak Toba, selain harta yang diserahkan kepada orang tua da upa tulang si gadis, ada pula yang harus diserahkan kepada saudara laki-laki dari ayah si gadis (si julo baru) dan kepada saudara-saudara laki-laki si gadis (si jalo tadoan). Sesudah perundingan mengenai mas kawin dan pemberian-pemberian tersebut di atas, maka mulai dibicarakan tanggal diadakannya pesta perkawinan (petuturken atau erdemubayu dalam bahasa Karo, marunjuk atau menguhuti dalam bahasa Toba).
Ternyata di Batak ada istilah kawin lagi (mangalua) di luar kawin menurut prosedur biasa, mengapa kawin lari? Kawin lari ini terjadi karena tidak ada kecocokan antara salah satu atau kedua belah pihak kaum kerabat. Pada kejadian kawin lari, kurang dari satu hari, kaum kerabat si laki-laki harus menyuruh utusan kepada orang tua si gadis untuk memberitahu bahwa anak gadisnya telah dibawa dengan maksud untuk dikawini (diparaya). Beberapa hari setelah itu, dilakukan upacara manuruk-nuruk untuk minta maaf. Setelah upacara itu berlangsung, barulah disusulkan dengan upacara perkawinan seperti yang biasa dilakukan.
Menurut adat, jika suami meninggal maka si janda harus kawin dengan levirat (salah seorang laki-laki dari kerabat suami). Namun jika tidak bersedia dapat minta cerai kepada kerabat suaminya. Bila hal ini terjadi, pihak yang dapat menceraikannya adalah anak laki-laki kandung atau anak tiri, dapat pula dilakukan cucu laki-laki. Apabila mereka tidak ada maka dapat maka dapat dilakukan oleh "sembuyak" atau "senina", yaitu kerabat laki-laki dari almarhum suaminya. Dapat bertindak sebagai orang yang akan melepaskan si janda dari ikatan dengan klen suami. Selain perkawinan levirat dikenal juga perkawinan sororat, artinya perkawinan seorang laki-laki dengna saudara almarhum isterinya.
Di Batak berlaku pola menetap sesudah menikah yaitu virikol dan uxorilokal. Virilokal artinya istri pindah ke tempat suami. Sedangkan uxorilokal, yaitu pindah ke tempat tinggal istri. Ada juga hinela, tahukah anda istilah itu? Hinela, yaitu bilamana si suami dan kerabatnya miskin, sehingga terpaksa bergantung kepada orang tua istri atau karena si istri anak satu-satunya. Biasanya putri tunggal tidak dilepaskan oleh orang tuanya.
Dalam kehidupan masyarakat orang Batak ada suatu hubungan yang mantap antara kelompok kerabat dari seorang dengan kelompok kerabat tempat isterinya berasal dan dengan kelompok kerabat dari suami adik perempuannya. Kelompok pertama disebut kalmbubu atau kelompok pemberi gadis, sedangkan kelompok yang menerima gadis disebut anak beru. Adapun kelompok sendiri disebut senina. Hubungan antara kalimbubu - anak beru - senina itu, yang disebut sangkep sitelu (dalihanan tolu dalam bahasa Toba), tampak jelas dalam upacara-upacara adat seperti perkawinan, kematian, penyelesaian pertikaian dan sebagainya.
Kalimbubu mempunyai kedudukan lebih tinggi terhadap anak beru dan bagi seorang Batak kaum kerabat intinya merupakan dibata niidah (dewa-dewa yang tampak). Sebagai anak beru ia harus berusaha supaya kaum kerabat istrinya itu diperlakukan secara terhormat.
d. Sistem Religi
Daerah Batak dipengaruhi beberapa agama, Islam dan Kristen Protestan masuk ke daerah itu abad ke-19. Islam di sebarkan oleh Minangkabau sejak tahun 1810. Penganut Islam terdapat di Batak Selatan, seperti Mandailing dan Angkola, Kristen disiarkan ke daerah Toba dan Simalungun oleh organisasi keagamaan dari Jerman kira-kira tahun 1862 dan ke daerah Karo pada tahun yang sama oleh orang Belanja. Sekarang Kristen banyak terdapat di daerah Batak Utara. Meskipun orang Batak sebagian besar sudah beragama Kristen dan Islam, namun unsur-unsur agama asli (primitif) sebelumnya masih dianut.
Sumber utama untuk mengetahui sistem kepercayaan orang batak asli adalah buku-buku kuno yang dinamakan pustaha. Selain berisi silsilah (rarombo), juga berisi konsepsi orang Batak tentang dunia makhluk halus. Pustaha yang bertuliskan huruf Batak yang disebut aksara. Tulis ini mirip dengan tulisan Jawa Kuno yang menulisnya dari kanan ke kiri.
Dalam hubungan dengan jiwa atau roh, orang Batak mengenal tujuh konsep
- Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus merupakan kekuatan
- Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang
- Begu, adalah tondi orang yang meninggal.
Begu dianggap bertingkah laku seperti manusia, ada yang baik dan ada yang jahat. Sesuai dengan kebutuhannya, begitu dipuja dan sesaji. Begu terpenting bagi orang Batak ialah Sumangat Niompu, begu dari nenek moyang sesaji yang diberikan pada begu disebut pelean. Beberapa macam begu yang dikenal orang Batak adalah :
1) Batara guru atau begu perkakun jabu, yaitu begu bayi yang meninggal masih dalam kandungan.
2) Bicara guru atau begu anak yang meninggal sebelum tumbuh gigi,
3) Mate kayat-kayatan ialah begu orang mati muda.
Keempat begu di atas termasuk begu yang disegani dan dihormati. Sombaon, solobean, silan dan begu ganjang adalah begu-begu lain yang disegani, Sobaon mrupakan begu yang diam digunung atau dihutan rimba gelap dan mengerikan (parsombaonan). Solobean yaitu begu penguasa tempat-tempat tertentu di Toba. Silah adalah begu sombaonan pendiri kuta dan marga. Begu ganjang yaitu begu yang sangat ditakuti dan dipelihara untuk mencelakakan orang lain.
Sumber : Dirangkum dari berbagai sumber !!
Baca Juga Sejarah suku Batak berikut ini !! klik di sini !!
0 komentar:
Post a Comment