Home » , , » SEBAGIAN KECIL TENTANG SEJARAH KOTA BARABAI KALSEL

SEBAGIAN KECIL TENTANG SEJARAH KOTA BARABAI KALSEL

Barabai adalah ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah di Kalimantan Selatan, terletak sekitar 165 km di utara Banjarmasin. Sebelum perang dunia kedua, kota Barabai pernah dijuluki oleh orang Belanda sebagai "Bandoeng van Borneo" hal ini dikarenakan udaranya yang sejuk dan rasa ketenangan yang dipantulkan kota ini. Yang dimaksudkan adalah menonjolnya kebersihan, kesejukan dan tata kotanya ketika itu. Lorong-lorong di pusat kota diteduhi oleh deretan pohon-pohon mahoni (orang Barabai menyebutnya pohon kenari) yang rindang. Menurut penduduk, pohon-pohon itu dulu ditanam oleh tuan Paul, seorang keturunan Jerman yang bekerja pada pemerintah Hindia Belanda sebagai kepala V & W singkatan dari "Verkeer & Waterstaat" yang mengurusi bidang Transportasi dan Pekerjaan Umum, semacam DPU (Departemen Pekerjaan Umum) sekarang. Tuan Paullah yang telaten merawat pohon-pohon mahoni dan menata kota dengan gaya dan selera orang Eropah. Ketika Hitler menyerang Nederland, tak ayal lagi tuan Paul ditawan Belanda, majikannya. Entah bagaimana nasibnya kemudian. Yang jelas, namanya masih dikenang orang Barabai, terutama jika sedang berjalan-jalan di bawah pepohonan mahoni di pusat kota. Tapi pernah ada tangan latah membabat pohon-pohon pelindung di beberapa lorong. Konon seorang bupati yang berambisi ingin membuat pelebaran jalan dan sekaligus jalur kembar seperti yang dilihatnya di Banjarmasin menyikat bersih pohon-pohon mahoni peninggalan tuan Paul disebagian jalan Dharma dan Garuda. Jelasnya di pusat pasar sekarang, Untunglah karena langka biaya pelanjutnya, pembabatan pohon mahoni berhenti sampai di situ saja.
Asal Nama Barabai

Pada awalnya daerah yang disebut dengan Barabai sekarang ini merupakan sebuah perkampungan yang dulu disebut dengan Kampung Qadi. Barabai sendiri merupakan nama administrasi yang diberikan oleh pemerintah Belanda untuk menyebut daerah Onderafdeling Batang Alai. Penamaan ini tidak terlepas dari keberadaan sungai yang melintasinya.

Daerah aliran sungai di sebelah hilir Pajukungan, yaitu daerah Durian Gantang dikenal dengan nama Tabat Baru. Hal ini karena Pangeran Singa Terbang dari Amuntai (Hulu Sungai Utara) pada waktu dulu pernah memerintahkan untuk menutup atau memagar daerah ini dengan menabar aliran sungai yang mengalir disini, yaitu pada saat daerah Tanjung dan Hulu Sungai Utara jatuh ketangan Belanda setelah pecahnya Perang Banjar. Oleh karena itulah untuk mengamankan Barabai (belum bernama Barabai), sungai yang mengalir di daerah Durian Gantang atau tepatnya Asam Hurang yang aliranya airnya terus ke Sungai Nagara ini ditabat secara beramai-ramai oleh masyarakat. Kemudian pohon-pohon kayu ditebang untuk memberikan halangan bagi Belanda untuk menguasai daerah ini.

Pohon-pohon dan semak-semak yang dimasukan kedalam sungai tadi dalam bahasa Banjarnya disebut “Raba”. Dengan sendirinya perahu-perahu serdadu Belanda yang terdampar diraba-raba tersebut dan mereka tidak dapa meneruskan perjalanannya karena terhalang oleh timbunan raba. Pada saat inla para penduduk mengambil kesempatan untuk menyergap dan menyerang serdadu-serdadu Belanda, sekaligus untuk mengambil senjaa mereka untuk digunakan pada pencegatan yang akan datang. Dalam hal ini pihak Belanda mengakui bahwa pasukan rakyat mempunyai keahlian dalam bertempur di air dan di sungai.

Dalam keadaa terjebak oleh halangan dan rintangan inilah, pihak Belanda sering mendengar suara “Ba-Ra-Ba-Ai”, yang dimaksudnya banyak raba. Asal perkataan itu pihak Belanda menafsirkan dengan nama lokasi dimana tempat mereka terjebak. Isitilah ini yang mereka tuliskan dalam laporan yang dibeikan. Itulah sebabnya maka sampai sekarang menjadi kota Barabai.Kota

Pemerintahan dan Perekonomian

Setelah mengeluarkan pernyataan penghapusan Kerajaan Banjarmasin pada 11 Juni 1860 pemerintah Hindia Belanda memasukan Kerajaan Banjar dalam wilayah yang kita kenal dengan Zuider en Oosterafdeling van Borneo. Pada tahun berikutnya dilakukan pengembangan unsur pamong praja dan pengadilan negeri yang tadi hanya ada di Banjarmasin sampai ke Hulu Sungai.

Pertumbuhan kampung dan kota. Belanda membangun jalan raya dari Banjarmasin melalui Martapura ke Hulu Sungai sampai ke Ampah Muara Uya. Untuk menjaga keamanan militer dan kontrol, penduduk dikumpulkan dan rumah-rumah dibangun disepanjang jalan tepi jalan. Hal ini melahirkan jenis desa baru yang rumahnya berbaris menghadap jalan, yang sebelumnya bertebaran. Pada persimpangan yang strategis dibuat benteng-benteng pengawasan wilayah. Maka muncul kota-kota baru seperti Binuang, Rantau, Kandangan, Barabai, Tanjung, Pleihari, dan sebagainya.

Menurut Staatblaad tahun 1898 no.178 daerah ini menjadi salah satu onderafdeeling di dalam Afdeeling Kendangan yaitu Onderafdeeling Batang Alai en Labooan Amas terdiri atas: Distrik Batang dan Distrik Labuan Amas.

Distrik Batang Alai dipimpin oleh seorang kepala distrik yang disebut districhoofd yaitu Kiai Duwahit (1899) dan Kiai Demang Yuda Negara. Suku Banjar yang mendiami wilayah ini disebut dengan Orang Alai dan Suku Dayak Meratus yang mendiami wilayah ini disebut dengan Dayak Atiran, Dayak Labuhan, dan Dayak Kiyu. Distrik ini beribukota di Barabai.

Distrik Labuan Amas dikepalai oleh Tomonggong Kerta Joeda Negara (1899), beribukota di Pantai Hambawang.

Barabai merupakan ibu kota dari kabupaten HST. Kota ini memiliki julukan “ParisvanBorneo.” Barabai merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan di HST. Kota ini memiliki daya tarik secara ekonomi dan sosial terhadap daerah lainya yang menjadi penopang kota ini.

Secara ekonomi, Barabai merupakan kota generatif yaitu kota yang menjalankan berbagai fungsi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk wilayah belakangnya sehingga bersifat saling mengembangkan. Barabai menyerap/memasarkan produksi dan memenui kebutuhan wilayah belakang (Robinson Tarigan, 2009: 161).


Barabai memegang peran sentral untuk melakukan distribusi barang dan jasa untuk daerah sekitarnya ini ditunjukan dari adanya dua pasar grosir yaitu Pasar Lama dan Pasar Baru.

Pusat perkantoran Pemda HST terpusat disini, walaupun banyak perkantorannya yang tersebar diluar kota. Banyaknya jumlah pegawai baik dari sektor pemerintah, swasta dan sektor informal lainnya juga mendorong besarnya volume perdagangan dikota ini.

Barabai sebagai pusat perdagangan juga ditunjukan dengan adanya 2 pasar terbesar di HST yang dikenal dengan Pasar Murakata (selanjutnya disebut Pasar Lama) dan Pasar Keramat. Kedua pasar sudah terdifrensiasi, Pasar Murakata didesain sebagai pusat perbelanjaan modern sementara Pasar Keramat di desain sebagai pusat perbelanjaan tradisional/semi modern.

Suasana pasar Barabai pada hari Sabtu (hari pasar), lokasi ini sekarang adalah toko tujuh. Terlihat pohon-pohon mahoni muda tanaman si Tuan Paul.


Barabai merupakan sebuah kota tua yang ada di HST, kota yang merupakan ibukota dari distrik Batang Alai dan Pantai Hambawang yang merupakan ibukota dari distrik Labuan Amas. Dua Distrik ini kemudian membentuk Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan memisahkan diri dari HSS pada 1956.

Sumbar: Copas-copasan di https://www.facebook.com/

0 komentar:

Cari Artikel