Home » , » SEJARAH SINGKAT MALIOBORO DI YOGYAKARTA

SEJARAH SINGKAT MALIOBORO DI YOGYAKARTA

Setelah kemaren jalan-jalan lagi ke Yogyakarta dan singgah di Malioboro, pulang ke Banjarmasin rasanya kepengen menulis tentang sejarah Malioboro ini. Setelah mencari-cari dibeberapa literatur, dalam googling-browsing di Internet. maka akhirnya ditemukan juga beberapa bahan berikut:

Dalam bahasa Sansekerta, kata “malioboro” bermakna karangan bunga. itu mungkin ada hubungannya dengan masa lalu ketika Keraton mengadakan acara besar maka jalan malioboro akan dipenuhi dengan bunga. Kata malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama “Marlborough” yang pernah tinggal di sana pada tahun 1811-1816 M. pendirian jalan malioboro bertepatan dengan pendirian keraton Yogyakarta (Kediaman Sultan).
Jalan Malioboro (bahasa Jawa: Hanacaraka, Dalan Malioboro) adalah nama salah satu kawasan jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta. (wikipedia.org).

Malioboro merupakan distrik perbelanjaan utama di Yogyakarta, dan seperti namanya karangan bunga daerah ini terus berkembang dari tahun ke tahun berlalu, dan menjadi salah satu primadona wisata Indonesia. Dengan becak dan dokar memadati kedua sisi jalan, di sini Anda akan menemukan berbagai toko-toko dan pedagang kaki lima menjual aneka ragam macam pernak-pernik, mulai dari batik, t-shirt, ukiran kayu, barang-barang unik maupun souvenir aneh lainnya. Juga tersedia beberapa kuliner khas Yogyakarta yang dapat ditemukan dengan mudah disekitar Malioboro.

Perwujudan awal yang merupakan bagian dari konsep kota di Jawa, Jalan malioboro ditata sebagai sumbu imaginer utara-selatan yang berkorelasi dengan Keraton ke Gunung merapi di bagian utara dan laut Selatan sebagai simbol supranatural. Di era kolonial (1790-1945) pola perkotaan itu terganggu oleh Belanda yang membangun benteng Vredeburg (1790) di ujung selatan jalan Malioboro. Selain membangun benteng belanda juga membangun Dutch Club (1822), the Dutch Governor’s Residence (1830), Java Bank dan kantor Pos untuk mempertahankan dominasi mereka di Yogyakarta. Perkembangan pesat terjadi pada masa itu yang disebabkan oleh perdaganagan antara orang belanda dengan orang cina. Dan juga disebabkan adanya pembagian tanah di sub-segmen Jalan Malioboro oleh Sultan kepada masyarakat cina dan kemudian dikenal sebagagai Distrik Cina.

Perkembangan pada masa itu didominasi oleh Belanda dalam membangun fasilitas untuk meningkatkan perekonomian dan kekuatan mereka, Seperti pembangunan stasiun utama (1887) di Jalan Malioboro, yang secara fisik berhasil membagi jalan menjadi dua bagian. Sementara itu, jalan Malioboro memiliki peranan penting di era kemerdekaan (pasca-1945), sebagai orang-orang Indonesia berjuang untuk membela kemerdekaan mereka dalam pertempuran yang terjadi Utara-Selatan sepanjang jalan.

Sekarang Malioboro merupakan jalan pusat kawasan wisatawan terbesar di Yogyakarta, dengan sejarah arsitektur kolonial Belanda yang dicampur dengan kawasan komersial Cina dan kontemporer. Trotoar di kedua sisi jalan penuh sesak dengan warung-warung kecil yang menjual berbagai macam barang dagangan. Di malam hari beberapa restoran terbuka, disebut lesehan, beroperasi sepanjang jalan. Jalan itu selama bertahun-tahun menjadi jalan dua arah, tetapi pada 1980-an telah menjadi salah satu arah saja, dari jalur kereta api ke selatan sampai Pasar Beringharjo. Hotel jaman Belanda terbesar dan tertua jaman itu, Hotel Garuda, terletak di ujung utara jalan di sisi Timur, berdekatan dengan jalur kereta api. Juga terdapat rumah kompleks bekas era Belanda, Perdana Menteri, kepatihan yang kini telah menjadi kantor pemerintah provinsi.
Malioboro juga menjadi sejarah perkembangan seni sastra Indonesia. Dalam Antologi Puisi Indonesia di Yogyakarta 1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku tersebut, buku yang berisi 110 penyair yang pernah tinggal di yogyakarta selama kurun waktu lebih dari setengah abad. Pada tahun 1970-an, Malioboro tumbuh menjadi pusat dinamika seni budaya Jogjakarta. Jalan Malioboro menjadi ‘panggung’ bagi para “seniman jalanan” dengan pusatnya gedung Senisono. Namun daya hidup seni jalanan ini akhirnya terhenti pada 1990-an setelah gedung Senisono ditutup.

Demikian selamat datang dan menikmati wisata di malioboro.


yang mau menginap di Yogyakarta dan menikmati Malioboro dapat boking Hotel berikut ini :

Hotel-hotel di Yogyakarta:

INN GARUDA HOTEL DAN CONVENTION BUSINESS

IBIS STYLE YOGYAKARTA

GRAGE JOGJA

GRAGE RAMAYANA

IBIS MALIOBORO

ABADI JOGJA

MUTIARA MALIOBORO

AMEERA BOUTIQUE HOTLE

BATIK YOGYAKARTA HOTEL

GLORIA AAMANDA

HOTEL 1001 MALAM

JENTRA DAGEN

MALIOBORO INN

JAMBUWULUK HOTEL.

0 komentar:

Cari Artikel