Home » , » Budaya Maayun Anak (Naik Ayunan)

Budaya Maayun Anak (Naik Ayunan)

Guring-guring Anaku guring
Guringiakan dalam ayunan
Matanya kalat inya handak guring
guringiakan dalam Ayunan

Lailahailallah, Nabi Muhammad Darasulullah..
Lailahailallah, Nabi Muhammad Darasulullah.....

Lakas ganal anaku pintar, anaku baiman, bautung batuah,


Seperti masa, lalu sayup-sayup terdengar dari kejauhan di seberang sungai, syair dan nyanyian seorang ibu yang menidurkan anaknya. Ayunan yang dibuat dari selembar tapih bahalai (Sarung lepas jahitan) bergerak ke depan-ke belakang membuai sang anak tercinta. Ada keharuan dan suasana sayahdu yang mengalir seirama dengan aliran air sungai yang bergerak perlahan.

Bacalah atas nama Tuhan mu.... 
nyanyikan syair-syair pujian untuk Nabi mu
Bacakan ayat-ayat Al-qur'an untuk anak-anak
dari buaian hingga ia dewasa kelak.

Ada budaya yang menarik tentang Naik ayunan ini, Tempo dulu di masyarakat Kalsel Ayunan itu terbuat dari tapih bahalai atau kain kuning dengan ujung –ujungnya diikat dengan tali haduk ( ijuk ). Ayunan ini biasanya digantungkan pada palang plapon di ruang tengah rumah. Pada tali tersebut biasanya diikatkan Yasin, daun jariangau, kacang parang, katupat guntur, dengan maksud dan tujuan sebagai penangkal hantu – hantu atau penyakit yang mengganggu bayi. Posisi bayi yang diayun ada yang dibaringkan dan ada pula posisi duduk dengan istilah dipukung. yang merupakan suatu ungkapan rasa syukur atas anak yang telah dikarunikan kepada kedua orang tua. Do'a-doa pun dipanjatkan untuk kesehatan dan kesejahteraan anak. Pada Acara Maayun Maulid pada upacara kegiatan agama Islam.

Prosesi maayun anak pada tradisi baayun maulid sesungguhnya menggambarkan adanya akulturasi budaya antara unsur kepercayaan lama dan Islam. Sebelum mendapat pengaruh Islam, maayun anak sudah dilaksanakan ketika masyarakat masih menganut kepercayaan nenek moyang (ancestor worship).


Tradisi asalnya dilandasi oleh kepercayaan Kaharingan. Dalam perkembangannya, upacara maayun anak mengalami akulturasi dengan agama Hindu dan Islam. Hal tersebut dapat dibedakan dari: (a) maksud dan tujuan upacara; (b) Pelaksanaan upacara; (c) Perlengkapan upacara; (d) Perlambang atau simbolika yang dipengaruhi oleh unsur-unsur kepercayaan Kaharingan, Hindu, dan Islam.

Berdasarkan tradisi asalnya, tata cara maayun anak dalam upacara baayun maulid sebenarnya berasal tradisi bapalas bidan sebagai sebuah tradisi yang berlandaskan kepada kepercayaan Kaharingan. Dan ketika agama Hindu berkembang di daerah ini maka berkembang pula budaya yang serupa dengan baayun anak yakni baayun wayang (didahului oleh pertunjukan wayang), baayun topeng (didahului oleh pertujukan topeng) dan baayun madihin (mengayun bayi sambil melagukan syair madihin).

Ketika Islam masuk dan berkembang, upacara bapalas bidan tidak lantas hilang, meski dalam pelaksanaannya mendapat pengaruh unsur Islam. Menurut Alfani Daud (1997) seorang bayi yang baru lahir dinyatakan sebagai anak bidan sampai dilaksanakannya upacara bapalas bidan, yakni suatu upacara pemberkatan yang dilakukan oleh bidan terhadap si bayi dan ibunya.Selain dilaksanakan oleh masyarakat Banjar yang tinggal di perdesaan, upacara bapalas bidan juga dilaksanakan oleh orang Dayak Meratus. Setelah bayi lahir, orang Dayak Meratus kemudian melaksanakan upacara bapalas bidan, yakni memberi hadiah (piduduk) berupa lamang ketan, sumur-sumuran (aing terak), beras, gula dan sedikit uang kepada bidan atau balian yang menolong. Biasanya sekaligus pemberian nama kepada sang bayi. Termasuk nantinya saat anak sudah mulai berjalan (turun) ke tanah dari rumah (umbun) juga dengan upacara mainjak tanah, tetap dipimpin oleh balian.

Pelaksanaan bapalas bidan, biasanya dilakukan ketika bayi berumur 40 hari. Bapalas bidan selain dimaksudkan sebagai balas jasa terhadap bidan, juga merupakan penebus atas darah yang telah tumpah ketika melahirkan. Dengan pelaksanaan palas bidan ini diharapkan tidak terjadi pertumpahan darah yang diakibatkan oleh kecelakaan atau perkelahian di lingkungan tetangga maupun atas keluarga sendiri. Karena menurut kepercayaan darah yang tumpah telah ditebus oleh si anak pada upacara bapalas bidan tersebut.

Pada upacara bapalas bidan ini si anak dibuatkan buaian (ayunan) yang diberi hiasan yang menarik, seperti udang-udangan, belalang dan urung ketupat berbagai bentuk, serta digantungkan bermacam kue seperti cucur, cincin, apam, pisang dan lain-lain.Kepada bidan yang telah berjasa menolong persalinan itu diberikan hadiah segantang beras, jarum, benang, seekor ayam (jika bayi lahir laki-laki, maka diserahkan ayam jantan dan jika perempuan diberikan ayam betina), sebiji kelapa, rempah-rempah dan bahan untuk menginang seperti sirih, kapur, pinang, gambir, tembakau dan berupa uang.Karena memang berasal dari tradisi pra-Islam, maka di antara perlengkapan baayun maulid seperti ayunan dan piduduk mempunyai persamaan dengan perlengkapan langgatan pada acara tradisional aruh ganal yang yang dilaksanakan orang Dayak Meratus.

Ketika Islam datang ke daerah ini, acara bapalas bidan dan maayun anak tidak dilarang, hanya kebiasaan yang tidak sesuai sedikit demi sedikit ditinggalkan. Begitupula berbagai perlengkapan, maksud dan tujuan, dan perlambang (simbolika) juga disesuaikan atau diisi dengan nilai-nilai Islam. Maayun anak kemudian dilaksanakan bersama-sama di mesjid bersamaan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad Saw. 

0 komentar:

Cari Artikel