Home » , , » INILAH FILOSOFI BURUNG TINGANG BAGI SUKU DAYAK HINDU KALIMANTAN

INILAH FILOSOFI BURUNG TINGANG BAGI SUKU DAYAK HINDU KALIMANTAN

Indoborneonatural----Burung Tingang/enggang merupakan satwa langka yang terdapat di hutan rimba Kalimantan. Tercatat sebagai keturunan burung yang hidup sejak ribuan tahun lalu. Sejak lama burung tingang memang sudah menjadi salah satu burung yang “dipuja” dibanyak kebudayaan kuno, termasuk suku Dayak di Kalimantan. Burung tingang pada beberapa kebudayaan kuno menjadi bagian ritual religi yang melambangkan kebebasan, kesucian dan mithologi. Burung yang dianggap memiliki kekuatan gaib oleh suku dayak ini, Kini ia termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi karena terancam punah.

Burung Enggang/Rangkong
Burung Enggang atau Burung Rangkong adalah sejenis burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk sapi tetapi tanpa lingkaran. Biasanya paruhnya itu berwarna terang. Nama ilmiahnya “Buceros” merujuk pada bentuk paruh, dan memiliki arti “tanduk sapi” dalam Bahasa Yunani.

Di antara semua jenis burung enggang/burung rangkong, enggang gading (Buceros vigil) adalah yang terbesar ukurannya, kepalanya dan paruhnya besar, tebal dan kokoh dengan tanduk yg menutup bagian dahinya. Warna tanduk merah pada bagian yang dekat dengan kepala, kuning gading pada sisanya. Ciri ini yang memberikan namanya. Ekor sangat panjang sampai dua kali panjang tubuhnya seluruhnya dapat mencapai 1,5 m, terbangnya kuat dengan mengeluarkan bunyi hempasan sayap. Bertengger di pohon yang tinggi, burung ini sering menimbulkan suara yang ramai di tengah hutan. Makanannya buah-buahan terutama buah beringin dan palem, tapi tidak jarang juga makan serangga, tikus, kadal bahkan burung kecil.

Burung ini tersebar di Kalimantan dan Sumatera sampai ketinggian 1.500 m di atas permukaan taut. Burung ini membutuhkan habitat yang berupa hutan dengan pepohonan yang tinggi yaitu di hutan tropika yang tidak terganggu, yang masih utuh. Pelestarian Enggang Gading menunjukkan pelestarian hutan tropika. Di dalam hutan ia selalu bertengger pada pohon-pohon tertinggi, sambil kadang-kadang ia terbang ke pohon-pohon yang rendah untuk mendapatkan makanan.

Burung enggang bertelur sebanyak enam biji telur dan dierami di dalam sarang. Sarang burung enggang terbuat dari kotoran dan kulit buah. Hanya terdapat satu bukaan kecil yang cukup untuk burung jantan mengulurkan makanan kepada anak burung dan burung enggang betina. Jika telur telah menetas dan anak burung semakin dewasa, maka sarang tidak akan cukup untuk menampung anak dan burung enggang betina. Burung betina akan memecahkan sarang untuk keluar dan membangun lagi dinding tersebut dan kemudian membantu burung jantan untuk mencari makanan bagi anak-anak burung. 

Oleh karena itu hewan yang memiliki paruh yang cantik ini termasuk dalam satwa yang dilindungi di Indonesia. Burung Tingang ini memiliki ciri khas yang tersendiri antara lain; ukuran tubuh yang besar, kurang lebih dua kali ayam kampung dan memiliki paruh yang sangat besar menyerupai tanduk berwarna kuning gading, dari kepala sampai leher memiliki bulu yang seperti rambut manusia. Ekor memiliki warna yang memiliki makna tersendiri menurut orang dayak yaitu; putih,hitam dan putih. Dari kejauhan, burung ini dapat dikenali melalui suara yang parau lantang. Burung dengan ukuran tubuh yang sangat besar, dengan suara yang keras serta beberapa jenis memiliki warna tubuh yang mencolok, merupakan burung yang sangat jarang dijumpai.

Dalam kepercayaan umat hindu dayak kaharingan, burung tingang memiliki makna tersendiri. Berdasarkan mithologi agama hindu kaharingan, di lewu batu nindan tarung (alam atas), Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung tingang) adalah  salah satu penciptaan Ranying Hatala melalui perubahan wujud Luhing Pantung Tingang (destar) yang dipakai oleh Raja Bunu ketika ia menerima Danum nyalung Kaharingan belum (Air Suci Kehidupan). 

Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat kitab suci panaturan Pasal 27 ayat 21
Hayak auh nyahu batengkung ngaruntung langit, homboh malentar kilat basiring hawun,Luhing pantung tingang basaluh manjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu”.

"Bersama bunyi Guntur menggemuruh memenuhi alam semesta, petir halilintar menggetarkan buana, Luhing pantung tingang kejadian menjadi Tingang Rangga Bapantung Nyahu (burung enggang)".

 Kemudian burung tingang tersebut tinggal dan menempati Lunuk Jayang Tingang Baringen Sempeng Tulang Tambarirang (Pohon Beringin), dimana pada saat Balian Balaku Untung wujud burung tingang itu memberkati kehidupan manusia melalui perjalanan Banama Tingang (perahu) untuk mendapatkan berkat dan karunia dari Ranying Hatala.

Oleh karena itu dalam setiap upacara basarah yang dilakukan oleh umat hindu kaharingan selalu terdapat dandang tingang (bulu ekor tingang) sebagai sarana pelengkap yang terdapat didalam sangku tambak raja mendapatkan bulau untung aseng panjang (berkat dan karunia-Nya) dari Ranying Hatala. Dilihat dari filsafat keagamaan hindu kaharingan sendiri dandang tingang memiliki makna simbolis didalam kehidupan umat manusia yaitu :
1. Warna putih dibagian atas, berarti alam kekuasaan Ranying Hatala beserta manisfestasi-manisfestasi-Nya.

2. Warna hitam di tengah, yaitu alam kehidupan manusia di pantai danum kalunen (dunia) yang penuh dengan rintangan dan cobaan.

3. Warna putih dibagian bawah, berarti alam kekuasaan Jatha Balawang Bulau.
Dari ketiga warna tersebutlah yang menjadi warna corak dalam kehidupan umat hindu kaharingan yang diaplikasikan dalam bhakti sebagai ucapan syukur kepada Ranying Hatala dan Jatha Balawang Bulau melalui berbagai upacara-upacara yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Umat hindu kaharingan meyakini bahwa dalam bulu ekor tingang tersebut terdapat suatu kekuatan gaib yang menjadi pedoman hidup yang berlandaskan dengan Lime Sarahan (Lima Pengakuan Iman) dalam meyakini segala kekuasaan Ranying Hatala dalam kehidupan di dunia ini.  


Sumber
http://sudarwana-sakri.blogspot.com/2011/06/buat-umat-hindu-kaharingan-di-kal-teng.html 
http://borneonews-borneoku.blogspot.co.id/2012/03/burung-khas-kaliantan.html

0 komentar:

Cari Artikel